Definisi Kaya yang Sesungguhnya
Banyak orang yang menganggap bahwa kekayaan itu dilihat atau dinilai dari seberapa banyaknya sesuatu yang kita miliki, baik itu harta benda, kedudukan, tanah yang luas, perusahaan dimana-mana dan lain sebagainya. Namun ternyata, definisi kekayaan bukanlah hal yang dimaksud demikian.
Di luar sana, banyak orang yang mempunyai mobil mewah, rumah di mana-mana, apartemen bertingkat, dan lain-lain. Tapi dengan itu semua apakah mereka merasa bahagia dan berkecukupan? Tidak. Justru kebanyakan dari mereka selalu merasa kurang, kurang dan kurang. Bahkan mereka masih mengeluhkan itu semua dengan beranggapan , "wah orang itu ko punya ini, itu dan sebagainya, saya masih belum punya nih" Ibarat sebuah peribahasa mengatakan "rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau". Hal ini disebabkan karena kurangnya rasa syukur dalam diri mereka.
Tak hanya mengeluh, bahkan tak jarang yang terlena dan dibutakan oleh harta dan kekuasaannya. Hartanya elit, namun sedekah sulit, jabatannya tinggi, tapi sholatnya dinanti-nanti. Sejak dahulu kala, hal ini sudah digambarkan melalui salah satu kisah sahabat Nabi Saw, yaitu Tsa'labah. Ia adalah salah satu sahabat yang dalam tanda petik orang yang serba kekurangan, bahkan ia hanya mempunyai satu pakaian saja untuk menutupi badannya.
Namun dengan itu semua, Tsa'labah tidak berkecil hati, ia tetap rajin beribadah salat berjamaah di masjid. suatu ketika, karena semakin-hari semakin tidak tahan dengan kondisi hidupnya dan harapannya tak kunjung menjadi kenyataan, akhirnya ia memutuskan untuk menemui Rasulullah Saw agar minta di doakan menjadi orang yang kaya.
Singkat cerita, akhirnya Tsa'labah pun diberi harta berupa satu ekor kambing. lama-kelamaan kambing itu semakin berkembang biak hingga kota Madinah terasa sempit baginya. Karena kesibukannya mengurus ternak, akhirnya Tsa'labah pun semakin hari ia terus meninggalkan salat berjamaah. Ia semakin lalai dalam beribadah, bahkan ketika dimintai zakat, ia enggan memberikannya karena ia menganggap bahwa apa yang telah di capainya adalah murni dari kerja keras dirinya sendiri. Pada akhirnya harta tersebut pun di ambil kembali oleh Allah Swt dan Tsa'labah pun jatuh miskin kembali seperti sedia kala.
Dari kisah tersebut kita paham bahwa jika kita memiliki sedikit harta bahkan tidak mempunyai apa-apa, uang, pakaian seadanya, rumah sederhana. Akan tetapi dengan itu semua tidak menjadi penghalang untuk beribadah dan selalu berbuat kebaikan kepada orang lain. Hal tersebut jauh lebih baik dari pada banyak harta tapi justru membuat kita lalai dengannya.
Kuncinya ada di dalam hati kita, yaitu sifat Qanaah (Menerima) . Maka dari itu, Kekayaan yang sesungguhnya ialah berasal dari hati kita, bagaimana cara kita menyikapi, mensyukuri nikmat dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai sabda Rasulullah Saw :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ "عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ"...
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari)
Orang yang sengsara itu bukanlah orang yang tidak punya apa-apa dalam hidupnya, akan tetapi ia yang tidak mempunyai rasa cukup dalam dirinya. Kaya adalah hati yang merasa cukup, senantiasa bersyukur, selalu menebar senyuman, berbuat kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain. Dalam hidup ini, tidak semua hal bisa kita nilai dari sesuatu yang hanya tampak semata.
Oleh: Faqih Firdaus
Mahasiswa Ilmu Hadits

Posting Komentar untuk "Definisi Kaya yang Sesungguhnya"